
Diikuti dengan permohonan perijinan pemasangannya yakni Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), semula pihak pemerintah desa setempat telah mengajukan usul rute yang diyakini layak dilalui.
“Kami sudah usulkan agar penanaman pipa melalui bantaran sungai, tapi tidak dipakai,” terang Pudjianto, selaku Kepala Desa setempat. Pihak operator, dalam hal ini adalah Joint Operating Body (JOB) Pertamina-Petrochina East Java (PPEJ), yang lazim disebut Petrochina oleh warga setempat, tiba-tiba mengeluarkan salinan IMB berupa penyaluran minyak mintah/crude oil dari Sumur Pad#B di Desa Ngampel ke Pad#A di Desa Campurrejo.
Disebutkan pula bahwa total biaya perijinan tersebut mencapai Rp 27 juta lebih, yakni dengan rincian panjang pipa 1.358,62 m atau sekitar Rp 19 ribu per meternya. Namun ternyata, pembuatan rute tersebut terbukti dilakukan dengan kurang cermat.
“Kendalanya ada dua, yakni para pemilik lahan tidak mau kalau sawahnya hanya dibeli per dua meter memanjang dan terbentur pada pembebasan satu bidang tanah yang pemiliknya orang Jakarta,” tambahnya.
Pihak Desa kembali mengaku menyerahkan ulang usulannya, namun lagi-lagi ‘Petrochina’ justru meyodorkan salinan IMB yang dianggap telah resmi disetujui kala itu, gejolakpun terjadi. “Beberapa warga yang bagian depan rumahnya meminta harga lebih baik, mengingat trauma mereka atas insiden yang sering terjadi,” tambahnya.
Bahkan, kemudian aksi unjukrasa sporadis juga mewarnai proses penggalian dan penanaman jalur pipa tersebut. Beruntung kesigapan aparat kepolisian dan pendekatan persuasif yang dilakukan masih mampu meredam gejolak tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar